Kampung Naga merupakan suatu perkampungan yang dihuni oleh sekelompok masyarakat yang sangat kuat dalam memegang adat istiadat peninggalan leluhurnya, dalam hal ini adalah adat Sunda. Seperti permukiman Badui, Kampung Naga menjadi objek kajian antropologi mengenai kehidupan masyarakat pedesaan Sunda di masa peralihan dari pengaruh Hindu menuju pengaruh Islam di Jawa Barat.
Kampung yang memiliki luas 1,5 hektar ini masih sangat terlihat 'hijau' dan sama sekali belum dipengaruhi oleh modernisasi. Sekitar 311 orang tinggal di desa ini. Lokasi Kampung Naga tidak jauh dari jalan raya yang menghubungkan kota Garut dengan kota Tasikmalaya.
Kampung ini berada di lembah yang subur, dengan batas wilayah, di sebelah Barat Kampung Naga dibatasi oleh hutan keramat karena di dalam hutan tersebut terdapat makam leluhur masyarakat Kampung Naga. Setibanya di kampung ini, Anda akan melihat ratusan pohon-pohon yang tumbuh tinggi, sawah hijau dan sungai Ciwulang panjang. Selain itu, Anda akan menghirup udara sejuk dan suara gemericik air sungai di kejauhan.
Saat Anda melangkahkan kaki di sekitar kampung ini, Anda akan berdecak kagum ketika melihat rumah penduduk setempat yang terbuat dari bambu dan kayu, sedangkan atap rumah terbuat dari daun Nipah, daun kelapa atau alang-alang. Sedangkan lantainya terbuat dari bambu yang dirangkai sedemikian rupa.
Desa yang penduduknya menganut agama
Islam ini masih mempertahankan tradisi lama. Sebagai contoh, rumah-rumah
di kampung ini harus menghadap ke utara atau ke selatan sedangkan
Masjid, balai pertemuan, dan lumbung padi harus menghadap ke timur atau
ke barat. Selama bertahun-tahun, mereka tidak pernah menambahkan atau
mengurangi jumlah bangunan yang berjumlah 111. Selain itu, kepala adat
melarang warganya untuk menggunakan peralatan elektronik. Semua kegiatan
sehari-hari yang dilakukan secara manual.
Penduduk kampung Naga terkenal dengan
kehidupan mereka yang sederhana dan harmonis. Mereka juga dikenal karena
keramahan mereka kepada wisatawan domestik dan asing. Selain pertanian
dan peternakan, mereka juga memproduksi kerajinan sebagai suvenir.
Masyarakat Kampung Naga juga masih
mempertahankan upacara Hajat Sasih untuk meminta berkah dan keselamatan
dari nenek moyang mereka, Eyang Singaparna dan sebagai rasa syukur
kepada Tuhan Yang Maha Esa atas apa yang telah mereka miliki.
Selain Hajat Sasih, mereka juga memiliki
ritual yang dilakukan pada hari Selasa, Rabu dan Sabtu. Selama
hari-hari ini, Anda tidak diizinkan untuk mengunjungi desa.
SOUVENIR
Untuk buah tangan, Anda tak perlu khawatir, karena di sepanjang jalan menuju Kampung Naga banyak toko-toko yang menyediakan berbagai macam suvenir hasil kerajinan penduduk Kampung Naga dengan harga yang sangat murah dan dengan pilihan yang beraneka ragam, seperti sandal dan tas unik. Tak ketinggalan bagi anak-anak, di sana dapat membeli mainan yang terbuat dari kayu, seperti kapal terbang, mobil, sepeda motor, dll.
TIPS
Meskipun
Anda tidak diizinkan untuk mendengarkan iPod, Anda bisa mendengar suara
burung bernyanyi, aliran air, hembusan angin, serta serangga dan katak
yang berdendang.
Penduduk kampung Naga terkenal karena
keramahannya ketika menyambut wisatawan lokal maupun asing. Dijamin Anda
akan merasa betah menginap beberapa hari di sini. Sebelum menginap,
Anda terlebih dahulu harus meminta izin dari pejabat setempat beberapa
hari sebelumnya.
"Di sinilah Anda bisa pergi dalam pengasingan, menikmati tinggal di rumah sederhana dan mandi di Sungai Ciwulan. Anda juga bisa menikmati malam tenang di kamar dengan hanya menggunakan lampu tempel"
SUMBER
0 Response to "Kampung Naga, Desa Sunda dari Masa Silam"
Post a Comment