foto via pasundanradio.com |
Hampir semua sudut kota Cianjur memiliki pedagang sate maranggi-nya sendiri. Namun penjua sate maranggi yang cukup terkenal adalah di Pegadaian Pacet Cipanas. Sementara di wilayah kota berada di Jalan KH Hasyim Ashari (Warujajar) maupun pertigaan Jalan Dr Muwardi (By Pass).Begitu juga dengan goreng kulit (kikil). Makanan ciri khas dari Kecamatan Warungkondang itu menjadi incaran pemburu wisata kuliner yang datang dari berbagai daerah.
Tak susah untuk menemukan sate maranggi maupun goreng kulit, tinggal datang dan nikmati.Namun sedikit yang mengetahui makanan khas Cianjur lain yang keberadaannya sudah langka. Namanya singkat: geco. Geco merupakan akronim dari toge (tauge) dan tauco. Sekilas, geco tak jauh beda dengan makanan kupat tahu. Yang membedakannya hanyalah bumbu utamanya yang menggunakan tauco (makanan khas Cianjur).
Sesuai namanya, sajian kuliner ini didominasi tauge dan tauco, dan dilengkapi kupat, kentang, dan mie aci.Bahan baku geco sangat mudah didapat. Penyajiannya pun cukup mudah. Campuran kupat, kentang, tauge, dan mie aci disajikan dalam piring sesuai pesanan porsi. Kemudian campuran itu disiram bumbu campuran tauco dan cuka lahang. Kelezatannya tak perlu diragukan lagi.Geco akan lebih nikmat jika dikonsumsi dengan kerupuk.Saat ini, di wilayah Cianjur kota, hanya tersisa satu tempat yang masih menjual geco, yaitu “Geco Nusasari Pa Iding”, demikian tertulis di kaca gerobak.
foto via ibundaparayatim.blogspot.com |
Tahun 1981, saat saya menginjak kelas 6 SD, ayah saya memutuskan berjualan di pertigaan ini. Baru pada tahun 2000, saya mulai meneruskan usaha ini.Entah kapan dan bagaimana awal mula geco itu ada.
Namun terlepas dari asal muasalnya seperti apa, tetapi dari keterangan sejumlah warga, tanpa kesepakatan tertulis, mereka sepakat menyebut geco sebagai makanan tempo dulu khas Cianjur yang mungkin sulit ditemukan di daerah lain.
Apalagi pada geco ini ada campuran tauco yang sudah lama dikenal sebagai ciri khas makanan Cianjur.Iding mengungkapkan, dirinya masih mempertahankan resep bumbu yang dipakai ayahnya. Malahan ada beberapa peralatan yang dipakainya juga tetap sama. Iding tak menjual mahal untuk satu porsi geco, meskipun makanan itu sudah jarang ditemukan. Untuk satu porsi, Iding menjual hanya dengan harga Rp. 6 ribu.
Jika pelanggannya ingin menambah dengan telur, harganya menjadi Rp. 8 ribu per porsi. Murah bukan?“Setiap hari saya jualan sejak pagi hingga pukul 19.00 WIB, menjelang Isya,” tutur Iding.
Dia mengaku omset penjualan geco ini tidak sebesa jenis makanan modern lainnya. Namun jumlah konsumen yang datang setiap harinya masih cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, sehingga Iding pun bertahan untuk terus berjualan.Selain masyarakat biasa, pelanggan geco Iding pun berasal dari pejabat di lingkungan Pemkab Cianjur. Bahkan tak sedikit pelanggan dari luar kota yang datang karena ingin merasakan kelezatan geco buatan Iding.
Kebanyakan yang beli geco ini orang dewasa. Kalau anak anak atau remaja jarang. Konsumen dari luar daerah kebanyakan yang sudah pernah coba suka datang lagi. Atau biasanya orang Cianjur yang tinggal di luar kota, pas mudik selalu menyempatkan mampir di sini. Malahan suka ada yang sengaja datang dari luar kota bersama teman teman-temannya.Biasanya penjualan geco marema jika ada acara-acara besar atau keramaian. Selain konsumen yang datang langsung, Iding juga sering mendapat pesanan seperti untuk hidangan di acara pesta pernikahan. Hingga kini, Iding tak pernah berfikir untuk beralih profesi. Selain dirasa sudah cukup untuk menghidupi keluarganya, dengan berjualan geco, Iding merasa sudah melestarikan makanan tradisional asli Cianjur yang sudah hampir punah ini. src
0 Response to "Geco, Kuliner Khas Cianjur yang Hampir Punah"
Post a Comment